cast : -Lee Donghae
-Kim Ah Yeong
-Lee Cha Yeon
genre : sad romance
Bagaimana
jika semuanya lenyap saat senyuman itu kembali hadir didalam kehidupanku? Lalu
bagaimana jika semuanya berlalu tanpa ada senyum kebahagian yang membuatku merasa akulah wanita paling
beruntung?
-Ah Yeong-
Bisakah
aku mengulang waktu yang telah berlalu? Apa hanya penyesalan yang dapat
membuatku menangis karena kehilangan orang yang sangat mencintaiku? Aku
mencintainya, maaf karena aku tak bisa mengungkapnya
-Dong
Hae-
Author pov
-Mengapa saat semua ini
terlihat indah tapi untukku ini begitu menyakitkan, aku selalu dan akan selalu
merindukanmu seperti itu.. seperti saat aku mulai mencintaimu-
Semilir angin menerpa
lembut wajah yeoja yang kini tengah hanyut dalam lamunan
kecilnya. Hembusan angin menerbangkan helaian rambut hitam pekat miliknya. Mata
sipitnya menatap lurus kedepan tanpa ada pikiran, pikirannya melayang entah
kemana. Semenit kemudian ia beringsut bangun dari bangku panjang berwarna
coklat dan berjalan perlahan menuju halte bus.
Seragam sekolah masih
melekat ditubuhnya, rambutnya terlihat begitu berantakan. Jam pulang sekolah
telah lama terlewati namun ia sama sekali belum menampakkan batang hidungnya
untuk menemui orang tuanya.
“Ah Yeong-ah!” teriak seseorang membuat yeoja itu menoleh ke asal suara.
Senyuman terukir dibibirnya, seseorang yang memanggil namanya berlari perlahan
menuju tempatnya berdiri.
“Ah, sudah ku duga kau
pasti disini Yeongie-ya!” Ah Yeong
tersenyum melihat gadis yang berperawakan tinggi itu menyentuh pundaknya.
“Kajja, kita pulang!” ujar sahabatnya itu menarik lembut pergelangan
tangan Ah Yeong.
Ini terlihat begitu
memilukan bagi Ah Yeong, kembali ke masa lalu adalah hal bodoh yang pernah
dilakukannya entah mengapa ia enggan untuk menceritakan apapun pada Cha Yeon
yang notabennya adalah sahabat karibnya.
Di wajahnya terus
terlukis senyuman indah yang membuat semua orang mengira jika dia baik-baik
saja. Tapi kenyataannya hatinya tengah pilu, sangat pilu terlebih lagi saat dia
mengaharuskan senyuman itu hilang dari kehidupannya. Bukankah ini menyakitkan?
Membiarkan senyuman orang yang kita cintai hilang karena satu alasan yang
tentunya hanya hal sepeleh.
‘Aku disini Hae-ya! Masih disini mengharapkan senyuman
itu kembali padaku. Namun salahku adalah ketika aku membiarkan senyuman itu kau
berikan pada dia, Cha Yeon.’batinnya.
Jika kalian bertanya
siapa itu Hae? Atau Dong Hae? Dia adalah pria pertama yang dapat membuatnya jatuh
cinta saat pertama masuk sekolah ini. Namun kenyataan yang harus ia dapat
adalah dimana saat perasaannya yakin jika yang ia rasakan itu cinta, merelakan
adalah jalan yang ditempuhnya.
*******
Mata sipitnya terbuka
perlahan menandakan jika kini mentari pagi menyambutnya dengan hangat. Dengan
perlahan Ah Yeong menyibakkan selimut dan beringsut bangun dari tempat tidur
menuju kamar mandi. Ia menatap dirinya dicermin kamar mandi, tangannya mengusap
lembut air mata yang kering. Dan tangan satunya lagi mengambil sisir dan
menyisir lembut rambut pendeknya yang kusut.
Setelah beberapa saat
membenahi dirinya dikamar mandi ia memutuskan untuk keluar kamar dan menemui eomma serta appanya di ruang makan. Hari ini hari minggu jelas saja Ah Yeong
tak sama sekali takut karena sepertinya pagi ini ia benar-benar terlambat.
Wanita paruh baya itu tersenyum mendapati anaknya kini tengah menyendok nasi
goreng ke piringnya. Dengan perlahan dan rasa malas yang melanda ia menyendok
nasi dan memasukkannya ke mulut. Hye Ni hanya melihat eonninya itu dengan heran, karena tak biasanya ia melahap makanan
seperti itu.
Setelah sarapan pagi Ah
Yeong memutuskan untuk kembali kekamaranya mengunci diri dengan membuka laptop
dan memulai untuk menulis memo kecil.
‘Masihkah sama senyuman itu? Hae-ya! Aku masih disini dan disini
menantimu. Ini terdengar lucu namun kenyataannyalah yang seperti ini. Aku
selalu merindukanmu, masih sama seperti dulu saat aku mulai merindukanmu untuk
yang pertama kalinya. Masihkah kau ingat saat aku sedang merapihkan rambutku di
ruangan lab? Tiba-tiba kau muncul dari luar dan mensejajarkan bayanganmu,
disana saat senyuman itu muncul aku merasa ada yang salah dengan jantungku.
Mengapa jantungku bekerja lebih cepat saat aku mendapati dirimu di hadapanku.
Ini terdengar seperti lelucon Hae-ya. Tapi inilah hatiku, dan perasaanku.’
Ia menutup laptopnya
kembali dan menatap keluar dari jendela kamarnya, matanya terus mendapat
bayangan seseorang dengan senyuman yang sangat manis. Kembali lagi ke masa lalu
tentu itu hal yang sangat tidak mungkin, tapi kenyataannya itulah yang
dirasakan oleh yeoja bernama Kim Ah
Yeong itu.
Perasaannya gelisah tak
menentu. Pikirannya terus kembali pada masa dimana dulu ia tengah bersama Dong Hae.
Senyuman miris terukir jelas dibibir plumnya. Merelakan? Apakah hanya ini jalan
satu-satunya untuk membahagiakanmu Yeonie-ya,
batinnya dengan air mata yang perlahan jatuh dari matanya.
Ya, seperti inilah
seorang Ah Yeong terlihat tegar namun pada akhirnya air matalah yang menjawab
semuanya. Menjawab kegelisahan, kegundahan, dan kesedihan yang menjamur
dihatinya. Ini benar-benar memilukan untuk Ah Yeong, namun inilah yang harus ia
terima.
Senyuman manis yang
terukir diraut wajah Dong Hae seahkan meruntuhkan semua pertahanan yang selama
ini ia pertahankan, ya ini tentu bukan Dong Hae yang bersalah. Ini murni
kesalahan ia sendiri, namun jika Dong Hae tak memberinya senyuman yang dulu ia
selalu inginkan itu mungkin Ah Yeong takkan runtuh dari pertahannya itu.
*********
-Ini terlalu memilukan
untukku, merelakan senyuman itu demi seseorang yang mencintaimu. Ini terdengar
bodoh karena dulu akulah yang merelakan semuanya.. SEMUANYA-
Mata sipitnya menatap
lurus ke depan, memperhatikan setiap pelajaran yang diberikan oleh Han Seongsaenim yang notabennya adalah guru
matematika dikelasnya. Meski ia berusaha memperhatikan semuanya namun hasilnya
benar-benar nihil. Dan meski matanya menatap lurus ke depan namun sesekali ia
melirik ke arah namja yang sedang
berada tak jauh dari tempatnya kini duduk.
“Yeongie-ya. Kau mengerti?” Ah Yeong menoleh
sekilas dan kembali memperhatikan apa yang tengah ditulis oleh Han Seongsaenim.
“Yak! Yeongie-ya, kau mengerti tidak huh?” yeoja bernama Cha Yeon ini mengguncang
pelan lengan Ah Yeong, menuntut jawaban dari sahabatnya ini.
“Aishh, bisakah kau tak
bicara Yeon-ah. Aku sedang pusing.”
“Yeongie-ya, aku kan bertanya padamu. Kau
menjawabnya seperti itu, menyebalkan.” Cha Yeon mengerucutkan bibirnya dan
kembali menatap ke depan seraya mencoret-coret buku tulis dengan sebal.
“Ah, mianhae. Aku tak bermaksud seperti itu
Yeon-ah, aku hanya sedang pusing.”
Ucap Ah Yeong merasa bersalah karena telah berkata ketus pada sahabatnya itu.
Cha Yeon hanya tersenyum dan kembali kepada aktivitasnya.
Ah Yeong kembali
memperhatikan Han Seongsaenim dan
berharap mengerti dengan apa yang sedang dijelaskannya, namun itu hanya
membuang waktu saja karena mungkin pikirannya terus berpusat pada namja yang kini tengah diam-diam melirik
ke arahnya.
Apa yang harus aku
lakukan untuk membunuh ini semua Hae-ya?
Aku terlalu lemah jika harus menghapusnya karena jika aku menghapusnya itu sama
saja membunuhku, gumamnya lirih seraya menampilkan senyuman miris dibibirnya.
Author pov end
Ah Yeong pov
Apa aku terlalu lemah
hingga aku selalu menangis seperti ini, tapi jujur bukankah aku seorang yeoja yang sama seperti yeoja lainnya? Yang lemah dan hanya
menjadikan air mata ini sebagai kekuatan tersendiri dihidupnya. Ya, aku selalu
berusaha. Berusaha agar membunuhnya –cintaku- namun sepertinya itu adalah hal
yang takkan pernah aku lakukan karena membunuhnya –cintaku- sama saja membunuh
jiwaku.
Aku terlihat seperti
orang linglung? Plin-plan? Atau ya sejenisnya.. itu mungkin. Karena aku adalah yeoja yang kembali lagi ke masa lalu
hanya karena alasan yang sepeleh. Benar-benar sepeleh, ya.. sebuah senyuman
yang terukir indah diwajahnya mampu membuatku jatuh kedalam pesonanya. Untukku
takkan ada hal lain yang dapat membuatku bernafas lega kecuali melihat senyuman
manis yang terukir dibibirnya itu.
Aku berjalan lemah di
koridor kelas dengan senyuman ya.. entahlah aku sendiripun tak tahu mengapa aku
bisa menampakkan senyuman itu dengan hati yang tengah teriris ini. Aku selalu
dan selalu berharap bisa berjalan santai dengannya meski hanya sekedar berjalan
santai, namun ku rasa itu adalah hal yang sangat mustahil.
Aku melangkahkan kakiku
kedalam kelas dengan pelan, mataku menangkap sosok namja yang tengah duduk tak jauh dari pintu kelas. Yeongie-ya, jangan lihat dia.. jangan, kau
akan semakin jatuh dalam pesonanya jika kau terus-terusan menatapnya, aku
berbicara sendiri pada diriku. Tapi sialnya mataku sama sekali tak berpindah
melihat yang lain disekitarku, aku hanya terus menatapnya. Perlahan ia mengukir
senyuman manis dibibir tipisnya membuat wajahnya semakin terlihat tampan, dan
yang lebih menyiksa ketika ia dengan mudah tersenyum ke arahku.
‘Damn! Hae-ya. Pergi dari
hadapanku sekarang atau kau akan ku makan hidup-hidup!’ aku bergumam kesal dan
kembali melangkahkan kakiku menuju tempat dudukku.
Ini benar-benar diluar
dugaanku mengapa bisa ia –Dong Hae- tersenyum manis seperti ini kepadaku? Ya
Tuhan, apa kini aku tengah bermimpi? Jika semua ini hanya mimpi, cepat
bangunkanku aku tak mau terlalu lama bermimpi tentang hal yang menyenangkan
namun pada akhirnya aku harus membuka mataku kembali dan semua mimpi itu
hilang.
“Ah Yeong-sshi, apa kau mengerti dengan ini.” Dia
bertanya pelan padaku dan menunjuk sebuah soal fisika yang sama sekali aku tak
mengerti. Aku hanya menggeleng pelan dan menatap namja yang berada dihadapanku ini.
“Aish, kau sungguh tak
mengerti eoh?” dia bertanya lagi padaku, tapi kali ini dengan tatapan mata yang
lembut. Ah sungguh Hae-ya, bisakah
kau tak menatapku seperti ini? Aku takut..
“Aku tak mengerti Hae-sshi, sungguh tak mengerti.” Aku
berbicara pelan dengan mata yang masih menatap ke arah buku yang berada di atas
meja, aku sungguh tak bisa menatap manik mata milik Dong Hae.
“Hhhh, baiklah.” Ku
dengar ia menarik nafas panjang dan beringsut bangun meninggalkan aku yang kini
menatap punggungnya lembut.
**********
-Ini terlalu sulit
untukku, kau mencintaiku.. jelas terlihat dari bagaimana cara kau menatap dan
memandangku. Tapi aku sama sekali tak boleh membiarkan cintamu itu menghiasi
hari-hariku, karena aku tak berhak atas dirimu-
Kini aku tengah
melangkahkan kaki jenjangku untuk menuju sungai Han. Ya, seperti inilah kebiasaanku. Sehabis pulang sekolah aku
menyempatkan diri untuk pergi ke sungai Han.
Entah hanya sekedar duduk atau melamun disana.
Mataku menatap lurus
disetiap jalanan Seoul yang kini tengah sepi. Pikiranku kembali melayang dengan
senyuman manis yang tadi ia berikan, ah ini kelihatan berlebihan namun mengapa
aku terus berkeyakinan jika ia mencintaiku? Ya Tuhan, apa aku terlalu mengharapkannya?
Semilir angin menerpa
lembut permukaan wajahku menerbangkan setiap untaian rambut hitam pendek
milikku, aku tersenyum lirih melihat seorang pasangan yang tengah berjalan
dipinggir sungai. Apa aku dan Hae bisa seperti itu? Aish, Ah Yeong-ah! Hilangkan semua itu, mana bisa kau
dan Hae seperti itu. Aku menggeleng kuat dan mengalihkan pandanganku untuk
melihat aliran sungai Han.
“Kau selalu berada
disini eoh?” sepertinya aku mendengar
suara, ya ini suara yang sangat ku kenal. Tapi apa aku berhalusinasi? Mana
mungkin Hae berada disini.
“Ah Yeong-ah..” ini bukan mimpi babo! Ini nyata, ah tidak-tidak aku
pasti sedang bermimpi. Ah ini pasti efek melihat pasangan tadi, oh God help me!
“Yak! Kim Ah Yeong!”
aku menoleh ke asal suara yang dari tadi memang telah memanggil namaku, mataku
membulat sempurna melihat seorang yang tengah berdiri dengan pakaian sekolah
yang masih melekat ditubuhnya.
“Hae.. Dong Hae?”
“Nde?” dia berjalan ke arahku dan duduk bersandar dibangku berwarna
putih bersamaku.
“Apa kau selalu ke
sini?” Hae bertanya padaku, tapi matanya terus menatap aliran sungai yang
berada tak jauh dari tempatku dan dia duduk. Aku menoleh ke arahnya sekilas dan
mengangguk pelan.
“Kau menyukai sungai?”
dia bertanya lagi padaku, kenapa dia secerewet ini? Hae-ya, aku berada disini hanya untuk menghilangkan penat dan pikiranku
tentangmu!
“Hem..” aku berdehem kecil
sebelum menjawab pertanyannya, “Ye,
aku senang memandangi sungai. Alirannya begitu damai dan itu membuatku dapat
menghilangkan penat yang membebani pikiranku.” Aku menoleh sekilas ke arahnya
ku lihat diapun tengah melihat ke arahku hingga pandangan mata kami bertemu,
Hae-ya.. aku mencintaimu
“Aku juga..” dia
mengalihkan pandangannya dan kembali menatap aliran sungai. Aku tersenyum
mendengarnya, Hae bisakah kau jujur padaku? Meski kata itu tak mungkin keluar
dari bibir manismu.
Aku menatap langit yang
kini tengah berubah menjadi warna oranye, sebentar lagi sang surya akan kembali
keperaduannya dan membuat bumi kehilangan siang dan masuk pada dunia malam. Aku
terus memperhatikan langit hingga aku menyadari sebuah tangan menyentuh
pergelangan tanganku, aku menoleh ke arahnya dia hanya menunjukkan senyum
manisnya.
“Yeongie-ya..” aku menatapnya heran mencari
tau apa yang akan dia katakan padaku.
“Mwo?”
“Hem.. aku
mencintaimu.” Mwo? Hae-ya? Itu semua apa? Aku mimpi ah.. ya
Tuhan Hae!
“Aku mencintaimu Yeongie-ya!”
aku mengerjapkan mataku berkali-kali berharap ini semua bukan mimpi, dia
mencintaku Tuhan.. rasa ini, ah dia mencintaiku!
Ah Yeong pov end
Author pov
“Aku mencintaimu Yeongie-ya!”
ucapnya dengan senyum yang mengembang dibibirnya, Ah Yeong hanya mengerjapkan
matanya berkali-kali menatap tak percaya pada namja yang tengah
menggenggam pergelangan tangannya ini.
“Mwo? Apa yang kau katakan Hae-ya?”
bodoh! Jika dia masih saja tak mendengar apa yang diucapkan Dong Hae,
jelas-jelas pria tampan itu telah mengucapkannya dengan jelas.
“Dengar ini baik-baik
aku takkan mengulangnya lagi..” Dong Hae menghirup udara pelan dan
menghembuskannya perlahan “Aku mencintaimu..” matanya terpejam sama sekali tak
menatap gadis yang tengah memperhatikannya itu. Ah Yeong membisu, tak ada satu
katapun yang keluar dari bibir plumnya.
“Yeongie-ya, apa kau mendengarku? Apa kau
sudah mendengarnya?” Dong Hae membuka matanya dan melihat gadis yang didepannya
sudah tak ada ditempatnya. Mata hazelnya
mencari sosok gadis itu namun nihil ia sama sekali tak menemukannya.
Dengan berat ia
melangkahkan kakinya untuk pergi meninggalkan bangku panjang berwarna putih
itu, senyuman miris terlihat diwajah tampannya. Kenapa dia pergi? Apa dia tak
mencintaiku?, batinnya.
“Hae-ya, mianhaeyo..”
Hae berbalik menoleh ke sumber suara, senyumannya kembali terlukis namun
sedetik kemudian wajahnya muram.
“Yeong-ah wae? Uljimayo..” Hae terlihat
berlari ke arah gadis itu dan menyeka air mata yang jatuh dari sudut mata gadis
itu.
“Aku mencintaimu..” dia
bergumam lirih dan disambut dengan senyuman manis dari bibir Hae. “Tapi, aku
dan kau tak mungkin bersama..” Deg! Hae merasakan ada sesuatu yang menimpa dadanya,
ini menyesakkan. Mengapa gadis itu berbicara seperti itu padanya? Entahlah..
“Tak mungkin bersama?
Apa maksudmu?” Hae mencoba meredam sesak yang telah mengusai dadanya itu.
“Karena aku tak berhak
atas dirimu, Hae-ya.. aku memang
mencintaimu tapi kenyataanlah yang membuat aku harus melepasmu. Aku memang tak
bisa melakukannya namun..” air matanya kembali mengalir dari sudut matanya,
tangan Hae kembali terulur dan menyeka buliran bening milik gadis yang
dicintainya itu.
“Alasan apa yang
membuatmu melepasku, hem?” Hae mengusap lembut pipi gadis itu dengan
menampilkan senyuman manis yang indah dibibirnya.
“Aku.. aku telah
melepasmu untuk Cha Yeon, Hae-ya. Mianhae..”
“Apa yang kau katakan
Yeong-ah. Aku tak mengerti..” Hae
mengernyitkan dahinya mengharap jawaban yang detail dari Ah Yeong.
“Hae-ya. Aku telah merelakanmu saat semuanya
terasa menyakitkan untukku...” kembali air mata itu mengalir lembut membuat
anak sungai dipipi chubby Ah Yeong.
Greppp!!
DongHae menarik tubuh
Ah Yeong masuk ke dalam dekapnnya, membiarkan kemeja putihnya basah karena air
mata gadis itu. Ah Yeong terdiam merasakan detak jantung namja yang tengah memeluknya kini. Kini keheningan menyelimuti
keduanya, baik Ah Yeong maupun DongHae mereka berdua enggan untuk berbicara dan
masih dalam keadaan yang sama –DongHae mendekap Ah Yeong-
“Entahlah apa yang kini
harus ku katakan tapi melihat kalian bahagia terelebih lagi melihat kau bahagia
Hae-ya, itu cukup membuatku bahagia.”
Gumam Ah Yeong lirih.
“Yeong-ah.. aku mencintaimu, kau yang ku
cintai. Jebal mengertilah..” Ah Yeong
tersenyum lembut dan melepas tangan Hae dari pinggangnya, mundur perlahan dan
mulai membalikkan badannya meninggalkan Hae.
“Satu hal yang perlu
kau tahu Yeong-ah, selama ini aku
mencintaimu dan hanya kau yang aku cintai..” Hae bergumam lirih dan mengacak
rambutnya frustasi melihat yeoja yang
dicintainya pergi begitu saja tanpa menoleh lagi ke arahnya.
~END~
*****************
Epilog
5 years later
Seorang gadis tengah
duduk menatap aliran sungai yang mengalir tenang, memberi kesejukan jiwa yang
haus akan ketenangan disaat penat melanda. Matanya tertutup perlahan merasakan
hembusan angin yang menerpa permukaan kulit di wajahnya. Sudut bibirnya
tertarik ke atas membentuk sebuah senyuman yang entahlah.. sama sekali tak bisa
diterawang yang jelas kini perasaannya tengah hancur tanpa sisa.
Disudut jalan terlihat
seorang pria dengan perawakan tinggi tengah memperhatikan aktifitas yang
dilakukan oleh gadis manis itu. Perlahan namun pasti pria itu melangkah
mendekatinya. Dalam langkahnya ia terus berharap dapat melihat senyuman manis
yang dulu mengisi hatinya.
“Yeong-ah...” gadis yang merasa namanya
terpanggil itu membuka matanya perlahan. Matanya membulat ketika melihat
seorang pria dengan perawakan tinggi tengah tersenyum padanya. Matanya
mengerjap berkali-kali mencoba percaya bahwa ini bukan mimpi.
“Kim Ah Yeong..” lagi
seorang pria yang tengah berdiri di hadapan gadis bernama Ah Yeong itu bergumam
lembut.
“Hae.. Lee Dong Hae? Neo Lee Dong Hae, eoh?”
“Nde. Bagaimana kabarmu Yeong-ah?”
Hae tersenyum manis pada gadis yang kini masih tak percaya kehadirannya itu.
“...” gadis itu terdiam
sama sekali tak mengucapkan satu kata dari bibir plumnya itu.
“Perasaan ini masih
sama Ah Yeong-ah. Hati ini masih
tetap mencintaimu.. sampai kapanpun akan tetap seperti ini. Bisakah aku dan kau
memulai dari awal? Memulai perkenalan kita saat itu, aku ingin memulainya dari
awal Ah Yeong-ah..”
“Hae dulu tetap dulu,
tidak bisa kita kembali ke masa lalu. Kita harus hidup menata masa depan bukan
terpaku pada masa lalu. Hae, aku mohon setelah ini lebih baik kau dan aku tak
perlu bertemu. Karena..” ucapan gadis berambut panjang ini menggantung membuat
Hae mengernyitkan dahinya.
“Aku akan menikah.. mianhaeyo. Aku pergi dulu annyeong.” Lagi, gadis ini
meninggalkannya untuk kedua kalinya. Apa semua ini karena kesalahannya dulu
yang tak pernah berani mengungkapkan semuanya hingga berujung penyesalan
seperti ini. Buliran kristal mengalir lembut dari sudut mata namja yang tengah menatap miris punggung
yeoja yang berjalan meninggalkannya. Kenyataanlah
yang harus diterima DongHae, dan kini hanya penyesalan yang memenuhi
perasaannya.